SUASANA RAMADHAN 1427 H DI TAMAN CIKUTRA BANDUNG
Friday, July 4, 2008
Polisi wanita itu tak bisa diam. Di tengah desiran debu dan asap knalpot yang bercampur di udara, kepalanya sigap menoleh ke kiri dan ke kanan. Sebentar kemudian dia maju tiga langkah dan berdiri di tengah jalan. Lalu satu tangannya melambai ke depan memberi ruang pada delman untuk memasuki lintasan jalan raya, sementara tangan lainnya merentang ke samping sebagai tanda berhenti pada para pengemudi kendaraan bermotor. Setelah selesai, polisi wanita itu pun mundur tiga langkah menuju tepi jalan ke tempat yang dia tinggalkan semula.
Sementara itu, rekannya ikut membantu mengatur arus lalu lintas kendaraan di pentokan pertigaan jalan yang berada tepat 50 meter di belakangnya menjulang tinggi sepasang tugu Taman Makam Pahlawan Cikutra, yang berada di wilayah Kecamatan Cibeunying Kaler, Bandung. Begitu ramainya lokasi itu sampai aparat kepolisian setempat ikut terjun mengaturnya?
Sementara itu, rekannya ikut membantu mengatur arus lalu lintas kendaraan di pentokan pertigaan jalan yang berada tepat 50 meter di belakangnya menjulang tinggi sepasang tugu Taman Makam Pahlawan Cikutra, yang berada di wilayah Kecamatan Cibeunying Kaler, Bandung. Begitu ramainya lokasi itu sampai aparat kepolisian setempat ikut terjun mengaturnya?
Tidak seharian penuh memang keramaian itu berlangsung. Seperti juga ruang-ruang publik lainnya di bulan Ramadhan, tempat itu mulai disesaki pengunjung selambat-lambatnya dua jam sebelum waktu buka puasa tiba.
Ya, semenjak hari pertama bulan Ramadhan 1427 H hari minggu lalu, tempat itu ramai didatangi orang. Tak tanggung-tanggung, segala usia ada semua. Ibarat iklan salah satu produk mobil, dari mulai kakek, nenek, tante, om, aa, teteh sampai balita orok pun tumplek di sana.
Mereka yang datang setiap sore ke sana kebanyakan tidak pergi sendiri-sendiri dari rumahnya. Ada yang datang bersama pasangan “bobogohan”-nya, atau rame-rame pergi bareng para tetangga rumahnya, bahkan ada pula yang datang lengkap dengan rombongan keluarga besarnya. Mereka yang datang tak semua pakai kendaraan bermotor pribadi. Banyak pula yang datang dengan hanya bermodalkan kekuatan langkah kaki, bahkan tak sedikit yang sengaja membayar jasa sarana mobil angkutan umum yang ada. Maklum, Taman Makam Pahlawan Cikutra berada di salah satu jalur ramai angkutan umum yang menuju Cicaheum dan juga Sadang Serang.
Namun, bukan berarti hanya para pengunjung biasa itu saja yang meramaikan suasana. Ibarat pepatah ada gula ada semut, puluhan pedagang pun tak mau ketinggalan ikut serta menghangatkan keadaan sekaligus mengais keuntungan di sana. Tepat di pinggir lintasan pentokan jalan Pahlawan, mereka berjejer dengan berbagai jenis jualannya di kawasan trotoar parkir sepanjang kurang lebih 40 meter. Dari mulai makanan seperti mie baso, baso tahu, batagor, mpek-mpek, martabak sampai minuman sejenis cendol, cingcau, juice dan es campur. Mereka semua menjual dagangannya di atas gerobak maupun di bawah tenda yang sengaja mereka dirikan.
Tak cuma penjual makanan minuman yang ada. Para pedagang di luar jenis itu pun hadir di sana seperti penjual buku bekas, alat-alat rumah tangga dan mekanik, kaset dan compact disk (CD) sampai baju dan celana. Juga ada pula yang menjual jasa penyewaan mainan seperti game wacht. Pokoknya, bila sewaktu-waktu sempat kesana, mudah-mudahan anda melihat semuanya.
JASA DELMAN PUN ADA
Taman Makam Pahlawan (TMP) Cikutra salah satu tempatnya. Sejak udara masih terasa panas dan belum ada kerumunan massa, tukang delman sudah memarkir delmannya di salah satu sisi jalan masuk ke sana. Tak tanggung-tanggung lagi jumlahnya. Bukan satu, dua, tiga atau empat, tapi mencapai belasan. Belum lagi ditambah pula kehadiran puluhan kuda tunggang tanpa pengangkut beban penumpang di belakangnya.
"Tapi yang datang ke sini tidak hanya dari daerah saya. Ada juga yang berasal dari Sukamiskin, Arcamanik, Cikutra Baru dan juga Lembang," katanya lagi.
Saat bulan Ramadhan inilah mungkin yang disebut waktunya delman berpesta. Mereka ada dimana-mana, bergerombol mencari massa. Tak hanya Taman Cisangkuy atau Taman Ganesha seperti biasa, tapi di setiap titik yang kini menjadi tempat dimana orang banyak menghabiskan waktu menjelang buka puasa.
Padahal, tak satu pun dari mereka yang mau datang ke sana pada hari-hari biasa. Kalau ada satu dua terlihat, itu pun paling melintas lewat saja di saat mereka mengais rejeki di komplek-komplek perumahan di daerah sekitarnya.
Namun demikian, TMP Cikutra bukanlah tempat yang asing bagi mereka. Selama bertahun-tahun tukang delman selalu tumplek ke sana di setiap Ramadhan tiba.
“Saya sudah lima tahun ke sini terus,” jelas Ganjar, seorang penjual jasa delman asal Soreang, Kabupaten Bandung, pada Jumat (28/9).
Menurut bujangan kelahiran 18 tahun lalu itu, TMP Cikutra sudah lama menjadi salah satu lokasi incaran rekan-rekannya sesama penyewa jasa delman. Setiap kali menjelang bulan Ramadhan tiba, setiap kali itu pula banyak temannya yang mengajak berburu uang di sana.
Menurut Ganjar, meski mengakui saingan semakin banyak dari waktu ke waktu, namun dirinya tidaklah merasa kekurangan rejeki. Sebab, katanya, pengunjung pun yang menggunakan jasa sewa delman semakin membludak dari tahun ke tahun.
"Dari mulai bapak, kakak sampai adik saya, semakin banyaknya tukang sewa kuda baru tak membuat penghasilan berkurang, "jelasnya.
Ganjar bersama puluhan rekan seprofesinya disana sepertinya sepakat menarik biaya Rp1000 per kepala apabila menggunakan jasa sewa kuda. Dengan uang sebanyak itu, para penumpang dibawa keluar kawasan taman untuk diajak jalan-jalan pulang pergi ke lapangan hoki, samping GOR Citra Arena, yang jauhnya sekira 1 km dari lokasi berangkat.
"Lumayanlah, buat nyenengin anak-anak," kata ibu Emi (37), yang kala itu naik delman bersama tiga putra-putrinya dan dua anak tetangganya.
TAKSI MOTOR ADA JUGA
Berbeda dengan tukang delman yang sudah bertahun-tahun ada di TMP Cikutra, tumpangan taksi motor baru kali pertama Ramadhan ini saja hadir di sana. Tidak seperti halnya delman yang memanfaatkan tarikan tenaga binatang, dari namanya saja semua pasti tahu angkutan itu menggunakan bahan bakar mesin dalam operasinya.
Munculnya produk motor pabrikan yang dirancang khusus sebagai sarana pengangkut barang, menjadikan para penyewa jasa taksi motor kini tidak begitu kerepotan menyulap kendaraannya. Kalau dulu taksi jenis ini mengharuskan pemilik motor membeli sekaligus memasang lagi derekan mobil-mobilan tumpangan di belakang motornya, zaman ini tidak lagi demikian. Sebab, motor pabrikan itu telah dilengkapi dengan derekan tempat untuk menumpang. Mereka tinggal membuat atap pada sarana tumpangan itu sebagai penahan teriknya matahari di saat panas dan guyuran air saat hujan.
Ternyata, kemunculannya pertama di TMP Cikutra mampu menarik perhatian orang banyak. Mereka berebut saling mendahului untuk merasakan kenikmatan menumpang taksi motor jenis ini. Itulah sebabnya yang membuat penjual jasa angkutan taksi motor tak bisa beristirahat sejenak seperti halnya para tukang delman yang perlu “ngetem” menunggu penuh penumpang. Baru saja sampai mengantar rombongan pertama dan kemudian mengambil bayaran Rp1000 per kepala penumpang, tanpa dia sadari taxi motornya sudah kembali dipenuhi rombongan berikutnya.
“Waduh, Mas, nanti saja ya tanya-tanyanya. Sibuk nih,” kata Ajun (33) sambil ribut mengatur posisi anak-anak yang duduk tak beraturan di atas tumpangan taksi motornya. Dren...dren... dia pun antar para penumpang ke jalur yang biasa dilalui delman. Beberapa menit kemudian dia pun datang ke tempat semula.
“Kebetulan saja kami hanya bertiga. Kalau tukang delman kan banyak, jadi agak lama penuhnya,” kata dia mengomentari laku keras jasa angkutan taksi motor dibanding delman.
Sambil terus sibuk menaikkan penumpang, Ajun mengatakan pendapatannya sekarang naik sampai 80 persen dibanding hari-hari biasa dimana dia menjual jasa taksi motornya di komplek-komplek perumahan di wilayah Cibiru, Kabupaten Bandung.
“Ya, pokoknya seharian di Cibiru saya dapat Rp30ribu. Sementara kan di sini palaing lama sekitar satu setengah jam dapat segitu,” kata Ajun berteka-teki, seperti tak mau berlama-lama lagi mengais rejeki di depan mata.
Dren...dren...Ajun pun mengantarkan lagi penumpang.
BATAGOR SEGALA ZAMAN
Dia pun kemudian singkat bercerita tentang masa lalunya. Dimulai sejak 1978, dia bersama tiga rekannya yang berbeda jenis jualannya mulai berdagang di sana .
Meski dihimpit sejumlah gerobak berbagai macam jajanan, jongko dadakan itu masih terlihat jelas. Betapa tidak, gerobaknya yang berukuran 2 X 2 meter itu terhitung paling wah di sana. Apalagi tenda biru sepanjang kira-kira 4 X 4 meter yang menutupi bagian atasnya, berada paling tinggi dibanding milik pedagang lainnya. Belum lagi di kaca gerobaknya yang jernih tertera besar tulisan berhurup cetak warna merah bersanding kuning yang terbaca “Batagor Arena 38”.
Itulah gerobak Pa Kahma, satu-satunya pedagang baso tahu goreng (batagor) di kawasan TMP Cikutra. Menurut Kahma, gerobak itu sengaja dibuatnya untuk menyambut bulan Ramadhan 1427 h sekarang.
Bukan tanpa alasan Pa Kahma melakukan itu. Puluhan tahun lelaki berusia 55 tahun itu tak pernah absen untuk berdagang pada setiap saat bulan Ramadhan tiba. Jenis dagangannya pun tak berubah-ubah, tetap saja batagor seperti sejak dulu kala. Hanya kini ada tambahan dagangan baso tahu di sebelah gerobaknya.
“Sering saya jumpai anak kecil yang membeli batagor di sini, ternyata cucu dari nenek dan kakek yang pernah menjadi langganan saya dulunya,” katanya mengenang.
“Pedagang di sini ya cuma kami berempat dulunya. Saat itu monumen Taman Makam Pahlawan belum dibangun. Di sini cuma ada sawah, juga balong (kolam, red) yang suka dipakai untuk memandikan kerbau,” katanya.
Barulah pada 1986 pedagang mulai bertambah menjadi 13 orang. Satu tahun kemudian bertambah lagi menjadi 25.
“Dan sekarang sudah tak terhitung lagi tuh berapa,” jelas Kahma sambil gelengkan kepala.
Menurut suami Ceu Ayot itu, bertahannya dia menjadi pedagang batagor di TMP Cikutra bukan sekadar mencari keuntungan semata. Sebab, katanya, uang lebih sudah diperolehnya dari berdagang makanan sejenis di rumahnya di kawasan Sekemirung No.38, Bandung.
“Saya lebih ingin menyambung terus sejarah berdagang saya. Apalagi tingginya biaya produksi sekarang ini tidak sebanding dengan harga batagor yang saya jual di sini,” katanya.
Meski terkesan klise, namun ada sedikit benarnya apa yang dikatakan Pa Kahma itu bila mendengar alasan salah seorang langganan Batagor Arena 38 bernama Tedja Sariningsih (35).
“Meski rasanya biasa-biasa saja, namun tak tahulah ingin saja saya di setiap bulan puasa membeli batagor Pa Kahma,” kata penduduk komplek Parakan Asri, Antapani, Bandung, itu. (Rochmat Darodjat)
0 komentar:
Post a Comment